BataNews

Berita Akurat Terpercaya Anti Hoaxs News

  • Jelajahi

    Copyright © BataNews
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Menu Atas

    @BATA-News

    Recent in Sports

    Recent in Sports

    Iklan

    Terkini

    Tim Wali Nanggroe Tinjau Konflik Tapal Batas dan Sengketa Lahan di Aceh Singkil

    Rahman Pohan
    Kamis, 17 Juli 2025, Juli 17, 2025 WIB Last Updated 2025-07-16T19:00:26Z

    Foto : Kegiatan menindaklanjuti persoalan tapal batas darat antara Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara

    ACEH SINGKIL | BATANEWS 

    Tim Wali Nanggroe melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Aceh Singkil untuk menyerap aspirasi dan menindaklanjuti persoalan tapal batas darat antara Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang hingga kini belum tuntas. 


    Kunjungan tersebut merujuk pada penetapan batas wilayah tanggal 1 Juli 1956 yang hingga kini menjadi rujukan masyarakat perbatasan.




    Pertemuan berlangsung di kediaman Doctor Abi Hasan dan dihadiri oleh para tokoh masyarakat dari Kecamatan Danau Paris, Kuta Baharu, dan Kuala Baru. 


    Hadir dalam kunjungan ini Ketua Tuha Puet dan perangkatnya, Ketua Fatwa Ulama, Protokol Wali Nanggroe, perwakilan Tuha Lapan, Bidang Hukum, dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Singkil.




    Tim Wali Nanggroe menyampaikan bahwa kunjungan ini bertujuan menggali informasi langsung dari masyarakat terkait berbagai permasalahan tapal batas, khususnya di wilayah Kecamatan Danau Paris yang berbatasan langsung dengan Tapanuli Tengah.


    Salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya menyoroti Permendagri Nomor 30 Tahun 2020 yang dianggap tidak sesuai dengan batas historis 1 Juli 1956. 


    Ia mengingatkan bahwa jika regulasi tersebut diberlakukan, akan berpengaruh terhadap pergeseran tapal batas di wilayah Aceh lainnya seperti Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang.


    “Kalau pilar Ujung Simanuk-manuk bergeser, maka akan berdampak pada batas wilayah Aceh lainnya. Ini bukan hanya soal Aceh Singkil, tapi menyangkut kedaulatan wilayah Aceh secara keseluruhan,” ujarnya.

     

    Selain isu tapal batas, masyarakat juga menyampaikan keluhan terkait sengketa lahan yang diduga dicaplok oleh PT Delima Makmur melalui izin Hak Guna Usaha (HGU). 


    Tokoh masyarakat Desa Sintuban Makmur, Tajir TGR, menyebutkan bahwa desa mereka sudah ada sebelum perusahaan masuk.


    “Desa kami memiliki luas sekitar 5.000 hektar. Tapi sejak lama wilayah itu masuk dalam izin HGU PT Delima Makmur. Kami hidup miskin di tanah sendiri, sementara perusahaan mengambil hasilnya,” ujarnya.

     

    Masyarakat mendesak agar pemerintah tidak memperpanjang izin HGU perusahaan yang akan segera berakhir, yaitu seluas 1.667 hektar dan 5.368 hektar, keduanya diterbitkan sejak tahun 1995.


    Persoalan serupa juga terjadi di Desa Biskang, Kecamatan Danau Paris. Lahan milik kelompok tani Sejahtera diduga turut dicaplok perusahaan tersebut. 


    Warga menduga perusahaan melanggar ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan, termasuk regulasi dari ATR/BPN serta Kementerian Pertanian dan Perkebunan.


    Masyarakat berharap janji mantan Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, untuk melakukan pengukuran ulang seluruh HGU dapat segera direalisasikan. 


    Mereka juga meminta intervensi dari Pemerintah Aceh, DPRA, DPR-RI asal Aceh, dan Presiden Republik Indonesia untuk menyelesaikan persoalan tapal batas sesuai dengan ketetapan tahun 1956, guna menghindari potensi konflik di masa depan.


    📝 [SB]

    Komentar

    Tampilkan