
Foto : Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Corruption Investigation Committee (CIC), R. Bambang, SS

PEKANBARU | BATANEWS
Korupsi kembali menjadi sorotan tajam setelah pernyataan tegas dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Corruption Investigation Committee (CIC), R. Bambang, SS, yang mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah ekstrem dalam pemberantasan korupsi, Sabtu 23 Agustus 2025
Menurut Bambang, korupsi bukan lagi sekadar kejahatan finansial, tetapi sudah menjadi “kanker ganas” yang menggerogoti sendi kehidupan bangsa.
Ia menilai upaya yang telah dilakukan, mulai dari pembentukan KPK, penerapan transparansi keuangan, hingga penegakan hukum yang lebih ketat, belum cukup menekan praktik korupsi yang terus beradaptasi dan semakin canggih.
Kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah penangkapan Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer oleh KPK pada 21 Agustus 2014 dalam perkara dugaan pemerasan. CIC menilai kasus ini sebagai pukulan memalukan bagi kredibilitas pemerintahan.
⚡ Seruan Hukuman Mati
Dalam pernyataannya, Bambang menegaskan bahwa hukuman mati dan pemiskinan keluarga serta keturunan koruptor adalah langkah yang paling tepat:
“Presiden Prabowo jangan sampai mengambil kebijakan kontroversial yang justru memudahkan amnesti bagi koruptor. Hukuman yang layak bagi mereka adalah hukuman mati, serta memiskinkan keluarga dan keturunannya,” ujar Bambang.
CIC mendesak agar kebijakan ini dituangkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), yang memberi kewenangan ekstra kepada Kejaksaan Agung dan KPK untuk menindak tegas tanpa kompromi.
⚖️ Perdebatan Hukum dan Sosial
Pernyataan ini memicu perdebatan besar. Di satu sisi, hukuman mati dianggap dapat menjadi “terapi kejut” untuk membuat efek jera.
Sejumlah negara seperti China dan Vietnam terbukti menekan angka korupsi dengan hukuman berat, termasuk eksekusi mati.
Namun di sisi lain, wacana ini berpotensi menimbulkan polemik:
- Landasan Hukum: Saat ini, tindak pidana korupsi di Indonesia diatur dalam UU Tipikor, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup. Penerapan hukuman mati membutuhkan revisi undang-undang atau penerbitan Perpu.
- Implikasi Sosial: Hukuman mati bisa menimbulkan resistensi, terutama dari kelompok masyarakat sipil dan lembaga HAM internasional.
- Efektivitas: Sejumlah pakar menilai bahwa pencegahan korupsi lebih efektif dilakukan melalui pembenahan sistem birokrasi, transparansi anggaran, dan penguatan pengawasan, bukan semata hukuman berat.
🌍 Belajar dari Negara Lain
Bambang mengakui bahwa meskipun beberapa negara menerapkan hukuman mati, keberhasilan pemberantasan korupsi tidak semata karena hukuman tersebut, tetapi juga karena sistem pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.
📝 Penutup
Wacana hukuman mati bagi koruptor ini membuka babak baru diskusi publik tentang strategi terbaik memberantas musuh terbesar bangsa.
Apakah langkah ekstrem seperti ini akan benar-benar menyelamatkan Indonesia dari kehancuran moral, atau justru menimbulkan masalah sosial dan hukum yang lebih kompleks, masih menjadi tanda tanya besar.
👉 [Ady]