![]() |
Foto : Monyet Kedih yang sempat tertangkap kamera saat turun ke kaki Taman Nasional Gunung Leuser di Desa Blang Jerango, Kecamatan Blang Jerango, Kabupaten Gayo Lues |
GAYO LUES | BATA-NEWS.COM
Monyet Kedih, dikenal sebagai Surili Sumatera (Presbytis melalophos), adalah salah satu primata endemik yang hanya ditemukan di pulau Sumatera, Indonesia. Monyet ini dikenal dengan bulunya yang berwarna kelabu dan ekornya yang panjang. Sayangnya, seperti banyak spesies endemik lainnya, monyet Kedih menghadapi berbagai ancaman yang menyebabkan populasinya semakin menurun.
Monyet Kedih memiliki tubuh yang relatif kecil dengan panjang tubuh sekitar 40-60 cm dan ekor yang lebih panjang dari tubuhnya, sekitar 50-75 cm. Bulu mereka umumnya berwarna kelabu dengan variasi warna putih di bagian wajah dan perut. Salah satu ciri khasnya adalah jambul bulu di atas kepalanya.
Monyet Kedih adalah hewan diurnal, yang berarti mereka aktif pada siang hari. Mereka hidup dalam kelompok sosial yang terdiri dari beberapa individu. Pola makan mereka terutama terdiri dari daun, buah, bunga, dan biji-bijian. Mereka juga memakan serangga dan hewan kecil lainnya. Untuk proses reproduksinya, Betina kedih melahirkan satu anak setelah masa kehamilan sekitar 6-7 bulan. Bayi monyet Kedih akan tetap bergantung pada induknya selama beberapa bulan sebelum mulai mandiri.
Monyet Kedih terutama ditemukan di hutan-hutan tropis dataran rendah dan pegunungan di Sumatera. Mereka biasanya mendiami kanopi hutan yang lebat, yang menyediakan makanan dan perlindungan dari predator. Laman leuserconservation menyebutkan, hewan unik yang satu ini juga memiliki banyak nama seperti lutung rungka, bodat atau kek-kia. Namun menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia nama primata ini umumnya disebut monyet kedih, dalam bahasa latin (presbytis thomasi) atau thomas leaf monkey.
Monyet kedih hidup di kawasan hutan Sumatera bagian utara, yaitu Aceh. Data penelitian menunjukkan bahwa penyebaran monyet kedih yang paling banyak populasinya berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Secara alami, monyet kedih biasanya hidup berkelompok dengan jumlah sekitar 10 ekor kedih, meliputi satu jantan dan enam betina, ditambah beberapa anak-anaknya. Seperti spesies hewan kebanyakan, spesies jantan selalu melindungi kelompoknya dari ancaman spesies lain atau pun dari intervensi Kedih jantan lain.
Monyet kedih masuk ke dalam kategori satwa yang kehidupannya dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. Ancaman Terhadap Monyet Kedih diantarnya Deforestasi. Penebangan hutan untuk pertanian, perkebunan kelapa sawit, dan pemukiman manusia telah mengurangi habitat alami mereka secara signifikan.
Hilangnya hutan mengakibatkan fragmentasi habitat, yang membuat populasi monyet terisolasi dan rentan terhadap kepunahan. Monyet Kedih sering diburu untuk dijadikan hewan peliharaan atau untuk diambil dagingnya. Perburuan ini menambah tekanan pada populasi yang sudah terancam. Perubahan iklim yang menyebabkan perubahan cuaca dan pola hujan juga mempengaruhi habitat dan sumber makanan monyet Kedih. Hal ini dapat mengganggu ekosistem hutan tempat mereka tinggal.
Untuk melindungi satwa ini dari kepunahan, upaya konservasi utama adalah dengan memulihkan habitat hutan yang tersisa. Ini termasuk penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi seperti taman nasional dan cagar alam. Selain itu, edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga populasi monyet Kedih dan pengawasan terhadap aktivitas perburuan ilegal sangat penting. Kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan penegakan hukum terhadap perburuan liar harus diperkuat.
Upaya konservasi yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk melindungi dan memulihkan populasi monyet Kedih. Melalui perlindungan habitat, penghentian perburuan, penelitian, dan kerjasama internasional, kita dapat memastikan bahwa generasi mendatang masih dapat menyaksikan dan menikmati keindahan monyet Kedih di alam liar. [RED]