![]() |
Foto : Aksi damai terkait 4 pulau di kawasan perbatasan Gajah Putih, tepatnya di Desa Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan |
SUBULUSSALAM | BATANEWS
Sejumlah warga Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, menggelar aksi damai di kawasan perbatasan Gajah Putih, tepatnya di Desa Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan, Sabtu (14/6), sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan pemerintah pusat yang menetapkan empat pulau ke dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Dalam aksi tersebut, warga membentangkan spanduk besar bertuliskan:
"KAMI RAKYAT ACEH MEMINTA PRESIDEN RI PRABOWO SUBIANTO UNTUK MEMERINTAHKAN TITO KARNAVIAN MENGEMBALIKAN 4 PULAU KE ACEH."
Empat pulau yang menjadi sumber sengketa adalah Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan, yang menurut warga secara historis dan administratif merupakan bagian dari Aceh.
Mantan anggota DPRK Subulussalam periode 2019–2024, Bahagia Maha, turut hadir dalam aksi dan menyatakan bahwa keputusan pemerintah pusat tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 serta dokumen dan peta peninggalan Belanda tahun 1853 yang menyebut keempat pulau itu sebagai bagian dari Aceh.
“Keputusan ini sangat keliru dan bertentangan dengan sejarah serta hukum yang berlaku,” ujar Bahagia Maha, politisi PAN yang dikenal dengan julukan Singa Gedung DPRK karena sering menyuarakan kepentingan rakyat.
Ia juga mengungkapkan adanya kesepakatan resmi tahun 1992 antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Daerah Istimewa Aceh.
Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Gubernur Sumut saat itu, Raja Inal Siregar, dan Gubernur Aceh, Ibrahim Hasan, serta disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini, yang menyatakan keempat pulau tersebut merupakan milik Aceh.
Bahagia memperingatkan bahwa Surat Keputusan Kemendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan pemindahan administratif pulau-pulau tersebut ke Sumut, berpotensi memicu konflik horizontal di kawasan perbatasan.